Wednesday, May 29, 2013

Terapi Rp.4,2 juta sebulan !



                                                         ( Bayi penderita OI )

Entah apa lagi yang harus dilakukan pasangan suami istri (pasutri) Fadli (39) dan Afridawati, warga Lubuk Jantan Kecamatan Lintau Guo Kabupaten Tanah Datar. Rasanya mereka telah berjuang keras mencari dana untuk mengobati anaknya Aska Fikra Mak­sudi yang baru berumur 3,5 bulan, yang menderita penyakit Osteogenesis Imperfecta (OI) atau penyakit kelainan gen pada tulang, yang menyebabkan mudah patah tulang.

Bahkan utang-utang pasutri ini telah mencapai belasan juta rupiah untuk mem­biayai pengobatan anaknya. Jumlah yang baru dikeluarkan ini masih sedikit, karena masih banyak lagi biaya yang harus dikeluar­kan. Jumlahnya bisa mencapai ratusan juta rupiah atau mungkin saja mencapai miliaran rupiah, karena harus berobat seumur hidup.

Semenjak Sabtu (1/10) lalu hingga sekarang, anak mereka Aska telah dirawat di RSUP M Djamil Padang dan menjalani terapi pamidronat di ruang Rawat Inap Bangsal Anak. Sebagai gambaran, terapi tersebut menggunakan obat berbentuk cairan yang dipasang menggunakan infus selama satu kali dalam dua bulan.

Sekali terapi menggunakan sekitar tiga botol cairan, yang harga perbo­tolnya mencapai Rp1,4 juta. Artinya, tiap dua bulan sekali, biaya yang harus dikeluarkan untuk biaya terapi mencapai Rp4,2 juta. Biaya itu belum termasuk biaya perawatan lainnya yang jumlahnya tidak sedikit. Padahal Fadli hanya seorang pegawai sebuah rumah makan di Kota Padang, sedangkan istrinya hanya ibu rumah tangga.

Semenjak lahir hingga sekarang, tangan dan kaki anak malang itu tidak bisa digerakan. Bahkan saat ini tidak boleh digendong, karena bisa berakibat patahnya tulang. Boleh dikatakan tulang sebagian besar tulang anak itu telah keropos dan akan mudah patah jika berbenturan dengan sesuatu benda.
“Sebelumnya anak saya sudah berobat di dokter spesialis anak dan di Rumah Sakit Ibnu Sina Kota Payakumbuh. Tapi kata dokternya, anak saya tidak apa-apa. Karena merasa tidak yakin dengan kondisi kesehatan anak saya, akhirnya saya bawa ke RSUP M Djamil Padang. Di rumah sakit inilah baru diketahui bahwa anak saya itu menderita penyakit kelainan pada tulang,” ujar Fadli kepada Haluan di RSUP M Djamil Padang, Selasa (4/10).

Menurut Fadli, sebelum di bawa ke RSUP M Djamil Padang, Ia mengaku sering menggendong anak bungsu dari dua bersaudara itu, karena belum mengetahui penyakit yang diderita anaknya. Tapi saat ini, Ia tidak berani lagi menggendong anaknya, takut akan mengalami patah tulang.
“Waktu istri saya hamil, tidak merasakan hal-hal yang aneh. Anak saya yang pertama juga normal. Mungkin karena anak kedua saya ini lahir melalui operasi, sehingga banyak resiko yang dihadapi. Saat ini saya tidak tahu lagi mau mencari uang kemana. Mudah-mudahan ada donatur yang mau membantu,” harap Fadli.
Sementara itu, Konsultan Endok­rinologi Anak RSUP M Djamil Padang, Eka Agustia Rini, selaku dokter yang menangani pasien menyebutkan, penyakit yang diderita anak itu merupakan kelainan bawaan semenjak lahir yang mengenai tulang. Jika anak normal memiliki tulang yang padat, namun kelainan ini justru mengalami sebaliknya.
“Penyakit ini memang jarang dialami, dan hingga saat ini baru dua pasien yang saya tangani seperti ini. Terakhir juga ada pasien sama di RSUP M Djamil beberapa bulan lalu. Namun saat ini pasien itu jarang ke rumah sakit, padahal ia harus berobat secara rutin,” ujar Eka Agustia Rini.

Eka menjelaskan, kondisi pasien Aska masih sangat memprihatinkan. Tapi untuk mendiagnosa penyakit ini, dibutuhkan pemeriksaan khusus melalui alat Bexa, suatu alat yang dapat menilai kepadatan suatu tulang. Namun alat itu hanya tersedia di Jakarta, sehingga belum dilakukan pada pasien.
“Untuk pemeriksaan Bexa me­mang membutuhkan biaya yang sangat mahal sekali. Jika tidak dilakukan dengan alasan biaya, maka akan sulit menentukan keberhasilan dalam pengobatan penyakit ini. Jika keluarga pasien mau, maka bayi dan ibunya akan dibawa ke Jakarta,” jelas Eka.
Terkait dengan obat cair dalam terapi pamidronat, Eka mengaku bahwa obat tersebut belum tersedia di RSUP M Djamil Padang, dan obat tersebut tidak bisa digunakan dengan mengandalkan Jamkesda, Jam­kesmas atau jaminan lainnya.


“Obatnya ada di Jakarta, tapi setelah dipesan dari luar negeri. Dengan arti kata, obat itu hanya ada di luar negeri, tapi melalui Asosiasi Anak, obat itu bisa dipesan, lalu setelah sampai ke Jakarta baru dikirim lagi ke daerah tempat pasien dirawat,” tambah Eka. (h/wan)

Sumber berita : www.harianhaluan.com

No comments:

Post a Comment