Adzka Fikra Maqsudhi (4 bulan), Kamis (6/10), terbaring lemah di ruang perawatan RSUP Dr M Djamil, Kota Padang, Sumatera Barat. Bayi itu lahir dengan kelainan osteogenesis imperfecta yang menyebabkan tulang-tulangnya rapuh karena keropos sehingga mudah patah.
Padang, Kompas - Adzka Fikra Maqsudhi, bayi laki-laki umur empat bulan, lahir dengan gangguan osteogenesis imperfecta (OI). Hingga Kamis (6/10), anak dari pasangan Afridawati (29) dan M Fadli (39) masih terbaring lunglai dalam ruang perawatan di RSUP Dr M Djamil, Kota Padang, Sumatera Barat.
Penyakit itu menyebabkan tulang-tulang Adzka rapuh akibat keropos. Kondisi tersebut menyebabkan Adzka telah mengalami patah tulang hingga lebih dari sepuluh kali pada tempat berbeda di sekujur tubuhnya.
Afridawati mengatakan, Adzka juga pernah mengalami patah tulang saat berada dalam gendongan. Bunyi tulang patah saat itu didengarnya sekalipun dalam gerakan menggendong yang biasa.
”Ujung jarinya juga sakit jika dipegang. Kalau sedang kesakitan bisa semalaman ia menangis,” kata Afridawati. Adzka yang merupakan anak kedua pasangan itu juga terlihat mengalami pembengkakan di bagian lengan dan pahanya.
Adzka yang dilahirkan lewat operasi caesar mempunyai seorang kakak perempuan berumur empat tahun. ”Operasi dilakukan karena waktu itu posisinya sungsang,” kata Afridawati yang sehari-hari sebagai ibu rumah tangga, sedangkan suaminya menjadi pelayan restoran.
Sejak dalam kandungan
Dr Eka Agustia Rini SpA(K) yang merawat Adzka mengatakan, Adzka sudah mengalami patah tulang sejak dalam kandungan. ”Kami menemukan bekas tulang patah di lengan atas, lengan bawah, tulang paha, tungkai kaki, dan iga,” katanya.
Pengobatan untuk Adzka, kata Eka, saat ini hanya bisa dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Penanganan saat ini berupa pemberian infus selama tiga hari berturut-turut dengan obat Pamidronat yang didahului prosedur eksaminasi lewat alat dual energy x-ray absorptiometry untuk mengevaluasi kepadatan tulang.
”Proses ini harus diulang sekali tiap dua bulan. Karena itulah butuh biaya besar,” kata Eka. Untuk satu kali proses pengobatan saja butuh biaya sekitar Rp 4,2 juta. Terapi pengobatan itu mesti dilakukan secara teratur hingga usia 18 tahun. Setelah itu pengobatan untuk menambah kepadatan tulang bisa dilakukan dengan obat jenis tablet.
Eka mengatakan, kasus OI terjadi pada 1 per 20.000 kelahiran hidup. Ia menambahkan, OI terjadi karena hilangnya gen yang bertugas memadatkan tulang dengan kalsium bernama Cola 1.
”OI bisa diturunkan secara genetis, tetapi bisa terjadi begitu saja yang kita sebut kasus sporadis. Dalam kasus Adzka, sepertinya ini sporadis karena tidak diturunkan,” kata Eka.
Sumber berita : dunia-unic.blogspot.com
No comments:
Post a Comment